“Menyerah Pun Belum Tentu Kalah Asal Terus Berusaha Mencapai yang Diinginkan Dengan Cara yang Berbeda….”
Kalo
mau diruntut mestinya kondisi yang saya alami seperti sekarang ini bisa
dikatakan saya menyerah tanpa syarat karena membiarkan semua yang saya
mliki diambil oleh bank karena saya mengalami kesulitan keuangan yang
mengakibatkan pembayaran credit saya menjadi macet.
Saya
memang memberikan apa yang saya jaminkan ke bank untuk diambil, saya
sudah nggak berminat lagi mempertahankannya sebab jika saya pertahankan
pasti energi saya terserap secara total disana, akibatnya saya nggak
focus lagi ke tujuan utama yaitu mengembangkan bisnis.
Saya
memang menyerah tapi saya nggak berhenti begitu saja dalam
mempertahankan apa yang pernah saya punyai, saya tetep berusaha selama
mungkin apa yang saya miliki tetep bertahan pada saya sebelum diambil
sama yang berhak dan cara yang saya lakukan juga tidak menimbulkan
konfrontasi sehingga hubungan saya dengan bank (paling tidak dengan
marketing dan analisnya tetep baik secara personal).
Dalam
kasus ini cerita dan pokok bahasan saya mengenai property, saya akan
ceritakan cara saya berusaha mempertahankan rumah saya selama mungkin
ketika saya menyerah tanpa syarat pada bank.
Dua
tahun lalu saya jaminkan rumah yang saya tinggali ke bank karna suatu
kebutuhan bisnis, dengan menjaminkan property saya itu maka saya
mendapatkan sejumlah uang yang berbentuk credit dari bank. Kebetulan
saya mengambil creditnya dengan system pinjaman rekening koran,
maksudnya dalam pinjaman ini jika belum mampu mengembalikan pokok
pinjaman yang susdah dipakai maka kita hanya wajib membayar bunganya
saja setiap bulan selama jangka waktu satu tahun.
Dengan
penuh kesungguhan saya bayarkan bunga yang menjadi kewajiban saya pada
bank yang memberikan pinjaman setiap bulan selama satu tahun penuh tanpa
pernah terlambat. Sampai pada suatu saat saya mengalami kesulitan
financial karena bisnis saya mengalami kemunduran, kondisi ini terjadi
pada saat pembayaran credit saya memasuki tahun kedua. Selama satu tahun
karena pembayaran saya bagus maka bank memberikan perpajangan pinjaman
untuk tahun kedua, dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah dari
tahun sebelumnya.
Nggak
disangka pada bulan-bulan awal bisnis saya terganggu karena krisis dan
berakibat pada masalah penjualan sehingga perputaran keuangan menjadi
tersendat, akibatnya saya jadi nggak mampu membayarkan kewajiban saya
pada bank. Yang tadinya pembayaran bunga lancar setiap bulannya maka
pada periode tahun kedua pembayaran saya menjadi tidak lengkap, dalam
kurun waktu tiga bulan saya baru mampu membayar satu angsuran yang
menjadi kewajiban saya.
Saya tetap memasukkan sejumlah uang ke dalam rekening saya tapi tidak sesuai dengan kewajiban saya yang seharusnya. Misalnya setiap bulan saya yang seharusnya bayar bunga ke bank sebesar 7,5 juta. Tapi
kewajiban sebesar itu akibat kesulitan keuangan maka tidak dapat saya
penuhi, walopun begitu saya tetep nggak berhenti membayar, saya tetep
membayar tapi tidak sebesar kewajiban saya. Setiap bulan saya paksakan
diri saya untuk membayar sesuai dengan kemampuan yang ada, saya saat itu
hanya mampu bayar sekitar 2,5 juta setiap bulannya dan itulah yang saya
lakukan.
Jadinya
kewajiban setiap bulan yang harusnya sebesar 7,5 juta baru klop
terbayar pada bulan ketiga. Tentunya akibat cara bayar yang demikian itu
bank nggak diam saja. Saya mendapatkan beberapa surat peringatan mulai
dari surat peringatan satu sampai surat peringatan tiga. Yang kira-kira
intinya jika saya nggak mampu membayar maka property saya terancam akan
di lelang oleh bank.
Agak
kaget juga saya mendapat surat seperti itu, wah saya bisa kehilangan
rumah tinggal neeh, begitu gejolak otak saya. Seperti biasa kondisi ini
nggak saya diamkan begitu saja, saya selalu bicarakan dan saya
diskusikan dengan istri semuanya. Saya cenderung panic dan gampang
sekali panic sedangkan istri saya lebih tenang, paling tidak dia selalu
memaksakan diri untuk tenang jika melihat saya panic. Jika istri saya
bicara dengan tenang maka kepanikan yang muncul pada diri saya juga bisa
cepat turunnya jadi saya bisa mikir dengan lebih tenang. Untunglah itu
yang terjadi pada kami, jadi kalo yang satu panic maka yang lain
berusaha untuk lebih menahan diri, apa jadinya jika kami berdua
sama-sama panic. Tapi yang jelas kemampuan istri saya menahan diri dan
bersikap tenang jauh diatas saya.
Dari
saran istri saya maka saya lantas mengontak petugas yang biasa memantau
perkembangan pembayaran credit saya di bank itu. Kira-kira saat saya
berusaha menghubungi petugas itu sudah masuk ke bulan keempat dari
periode tahun kedua dan pada saat itu saya juga sudah nggak mampu lagi
melakukan pembayaran walaupun hanya sebesar 2,5 juta saja.
Petugas
tadi menanggapi dengan baik ketika saya menghubunginya lalu kami
membuat janji untuk bertemu dan membicarakan kasus serta kesulitan yang
sedang saya alami ini. Pada
hari yang sudah ditentukan saya dan istri dating ke bank tersebut dan
langsung menemui petugas tersebut. Tanpa basa basi lagi saya ceritakan
semua permasalahan saya padanya.
Sebelum
saya bertemu dengan petugas itu di kantornya, di rumah yang tagihannya
sedang macet itu kami pasang spanduk besar. Spanduk besar itu kami
pasang di pagar rumah kami sehingga mudah dilihat dari jauh dan spanduk
besar itu berisikan tulisan kalo rumah kami itu dijual lengkap beserta
keterangan nomor telepon yang bisa di hubungi supaya jika ada yang
berminat dan menyakan tentang harga melalui telepon dapat dengan mudah
di akses.
Jadi
ketika saya bertemu dengan petugas dari bank saya bercerita padanya
tentang semua kesulitan dan permasalahan kami serta keinginan kami untuk
menjual rumah itu agar nanti uangnya bisa kkami pake untuk membayar
tunggakan kami disana. Kami juga minta kesediaan petugas bank agar mau
membantu kami untuk menjualkan rumah kami itu pada relasi-relasinya.
Rupanya
si petugas terkesan dengan sikap kami yang kooperatif dan mau
bekerjasama sehingga tidak menyulitkannya dalam bertindak. Dia bilang
kalo biasanya banyak nasabahnya yang creditnya macet karena nggak mbayar
di minta untuk menjual rumahnya yang dijaminkan tapi nggak mau. (saya
mbatin dalam hati, siapa juga yang mau dengan sukarela menjual rumah
satu-satunya hanya untuk membayar hutangnya pada bank) Saya menanggapi
kata-kata petugas itu kalo kami sebenernya nggak rela menjual rumah kami
itu, tapi akhirnya kami bulatkan tekad untuk menjual saja supaya
permasalahan credit mact kami ini bisa terselesaikan pelan-pelan.
Ngobrol
punya ngobrol dan terjadilah negosiasi antara kami dengan petugas itu.
Petugas menyarankan agar kami membuat rekening baru di banknya, rekening
tabungan biasa gunanya agar kalo kami punya uang maka kami bisa
setorkan uang kami tersebut dalam rekening baru tanpa terdebet untuk
pembayaran credit macet kami. Petugas menyarankan jika kami rutin
menyetorkan duit ke rekening baru kami itu maka jika petugas menganggap
saldo yang terkumpul dalam 2-3 bulan kedepan cukup untuk membayar satu
ansuran maka petugas akan membantu mendebitnya. Sementara itu rekening
credit kami macet akan dia bantu bekukan agar bunga
berjalan dan denda-denda nggak di bebankan lagi pada kami. Jadi nanti
duit yang terkumpul di rekening baru itu jika di bayarkan pada credit
macet kapi akan langsung mengurang pokoknya tanpa denda dan bunga lagi.
Alhamdulillah,
saya
dan istri mengucapkan terima kasih pada petugas itu karena berkenan
membantu kami menghentikan bunga dan denda yang akan terus berjalan
karena keterlambatan saya dalam membayar tagihan. Saya nggak nanya
secara terang-terangan pada petugas itu tapi rasanya memang akan ada
bantuan keringanan dari bank buat nasabah credit macetnya yang mau
diajak kerjasama dan kooperative.
Saya
berusaha untuk membuktikan itikad baik saya dalam membayar credit macet
saya itu. Saya buka rekening baru lantas pada akhir bulan uang yang
terkumpul di dalam rekening baru tadi totalnya sekitar 3 juta rupiah.
Tapi ternyata usaha saya terbentur lagi perputaranroda bisnis saya makin
lambat jadinya nggak ada lagi dana yang bisa dianggarkan untuk
disertorkan dalam rekening baru saya itu. Selama saya macet dan selama
saya punya rekening baru hanya sekitar 3 juta itu saja yang bisa saya
setorkan ke dalamnya.
Parah ya, kemampuan financial saya …
Dua
bulan setelah saya berhenti menyetor uang dalam rekening baru, maka
rumah saya di kunjungi oleh 3 orang petugas dari bank tempat credit saya
macet. Saat itu saya dan istri sedang nggak ada di rumah, saya sedang
keliling di daerah-daerah luar jawa sedangkan istri masih di bandung
sibuk kuliah S3 disana. Yang bertemu dengan ketiga petugas itu hanya
mbak yang mengasuh anak-anak dan anak sulung saya. Kepada si mbak mereka
memperkenalkan diri, yang pertama adalah petugas analis dan marketing
yang selama ini menangani credit saya mulai saya memprosesnya dulu
diawal saya mengajukan credit sampai akhirnya saya kesulitan
membayarnya. Kemudian yang kedua. Mengaku sebagai petugas collection
yang menangani kasus credit macet saya, dia juga mengaku sebagai kepala
collection di kantor cabang bank tempat saya mecet. Dan yang ketiga,
seorang wanita yang mengaku sebagai petugas legal yang menangani
permasalahan hukum yang muncul karena adanya wantprestasi (atau kasus
melanggar perjanjian antara saya dan bank).
Karena
saya dan istri nggak ada maka si mbak bilang terus terang pada mereka
kalo kami berdua nggak ada di rumah. Seperti yang sudah kami pesan
berulang-ulang pada si mbak agar jangan pernah mengijinkan orang bank
siapapun mereka untuk masuk ke dalam halaman kami. Maka si mbak ketika
ber bicara dengan mereka tetep di balik pagar sedangkan ke tiga petugas
itu berbicara di luar pagar alias di jalanan.
Sambil
berbicara di balik pagar, salah seorang dari petugas itu memotret rumah
kami, kata si mbak yang di foto lebih di tujukan pada spanduk yang
mengumumkan kalo kami menjual rumah kami itu. Sementara petugas yang
sering berkomunikasi dengan saya beberapa kali menghubungi saya lewat
telepon selular. Saya yang sedang dilapangan tentu saja nggak bisa
menjawab telepon si petugas saat itu juga.
Karena
kami nggak ada di rumah dan saya nggak bisa mereka hubungi maka mereka
pamit kepada si mbak setelah puas dan selesai memotret rumah dan spanduk
penjualan yang kami pasang itu. Mereka juga berpesan pada si mbak agar kalo kami datang agar segera menemui mereka di kantornya.
Setelah
mereka pergi maka si mbak menghubungi saya dan istri, tapi karna kami
juga nggak bisa di telepon di hape kami masing-masing maka si mbak
lantas kirim sms dan menjelaskan persoalan yang baru dialaminya pada
kami.
Setelah
urusan saya selesai. Setelah saya membaca sms dari si mbak saya
langsung menghubungi petugas itu. Saya simpan nomor hapenya karena kami
selalu berhubungan dan berkomunikasi terus. Ketika hubungan telepon
tersambung saya bilang saya nggak ada di surabaya karena sedang di
daerah, saya juga bilang ke ptugas itu tentang apa tujuannya datang dan
apa yang harus saya lakukan. Si petugas bilang itu hanya kunjungan rutin
biasa untuk melihat kondisi nasabah yang creditnya sedang macet lantas
jika bertemu dengan si nasabah maka mereka akan berdialog dan
bernegosiasi tentang pembayaran dari si nasabah.
Petugas
itu nggak mau berbicara lebih lama di telepon, dia meminta saya untuk
datang menemuinya atau menemui kepala collection dan bagian legal begitu
saya sampai di surabaya. Saya lantas menyanggupi untuk datang ke kantor
mereka setelah saya atur jadwal dulu dengan istri saya, saya bilang
pada mereka dua atau tiga hari lagi saya dan istri sampai di surabaya
dan begitu sampai paling lambat besoknya kami akan segera menghadap di
kantor mereka. Si petugas rupanya puas dengan jawaban saya dan minta
saya benar-benar datang pada saat yang sudah di sepakati.
Pada
hari yang kami sepakati, saya dan istri datang menemui petugas-petugas
itu di kantornya. Saya datang pagi sesuai dengan keinginan yang suudah
kami sepakati bersama. Ternyata pada saat saya dan istri datang kantor
mereka kosong, saya heran juga padahal kita sudah bikin janji. Salah
seorang pejabat bank yang menyambut kami bilang kalo ada acara mendadak
di kantor wilayah sehingga banyak petugas yang di minta ke kantor pusat
mendampingi kepala cabang. Si pejabat itu menghubungi ketiga orang yang
mencari saya di rumah tapi nggak ketemu. Petugas yang biasa membantu
saya rupanya sedang cuti menikah sedangkan dua petugas lain yang mengaku
dari legal dan collection rupanya sedang ke kantor ilayah mendampingi
kepala cabang.
Kepada
kami mereka minta agar kami mau menunggu kurang lebig satu jam dimana
mereka akan berusaha kembali ke kantor untuk menemui kami. Kami
menyanggupi saja, karena agenda saya dan istri pada hari itu memang
khusus menemui dan bernegosiasi dengan para petugas bank itu.
Saya
menunggu di ruang tunggu yang sudah mereka sipakan. Hampir satu jam
saya dan istri menunggu mereka datang sampai tiba-tiba petugas yang
mengaku pejabat bank itu datang menemui kami dan menyampaikan jika acara
di kantor wilayah menjadi molor dan bisa sampai sore. Dia bilang pada
kami untuk kembali esok pagi saja. Saya saling pandang dengan istri lalu
kami menyanggupi kalo kami besok pagi bisa datang lagi tapi saya minta
kepastian kalo saya dan istri datang lagi maka harus dipastikan
petugasnya ada. Si pejabat lantas menjawab tegas kalo besok pagi bisa
dipastikan akan ada petugas yang menemui kami. Mendengar jawaban itu
maka kami segera berpamitan untuk kembali lagi besok pagi.
Besok
paginya saya dan istri kembali ke kantor bank itu untuk bernegosiasi
dengan para petugas. Dan ternyata memang benar salah seorang dari
petugas itu sudah siap menunggu kedatangan kami. Petugas yang mengaku
kepala collection itu sudah menunggu kedatangan kami. Sikapnya tegas
tapi tidak berkesan sok galak tapi teep menjaga jarak dengan kami
walaupun keramahannya nggak hilang.
Dia
membuka percakapan dengan menjelaskan siapa dirinya. Dia bilang selama
kariernya di bank dari awal sudah ditempatkan di bagian collection dan
mungkin karena dianggap berprestasi maka dia sering dipindah ke
daerah-daerah yang credit macetnya tinggi, dan biasanya setelah dia
datang dan menangani situasi maka credit macet di daerah itu bisa turun
prosentasennya.
Saya dan istri mendengarkan saja apa yang dia sampaikan tanpa menjawab sama sekali.
Selama
karernya bukan sekali dua kali dia diancam oleh nasabah credit macet
dengan berbagai cara, tapi dia bilang selalu dapat menyelesaikannya
dengan baik, orang yang tadinya mengancam akhirnya bisa tunduk dan bisa
diajak bicara baik-baik.
Dia
juga bilang kalo cara yang dipakainya nggak dengan kekerasan atau emosi
tapi dia selalu menggunakan cara bernegosiasi baik-baik tapi tegas. Nah
kalo nasabah tetep saja nggak bisa ditangani dengan cara yang baik maka
jalur hukumlah yang ditempuhnya dari mulai jalur hukum biasa sampai
jalur hukum di pengadilan. Dia juga bilang kalo cabang bank tempat dia
bertugas sekarang ini sedang mengalami pengawasan ketat dari pusat
karena tingkat credit macet nya yang tinggi, maka oleh orang pusat dia
di kirim untuk bertugas disana. Dia juga bilang kalo baru satu dua bulan
bertugas disana.
Setelah
puas bercerita tentang kehebatan kinerjanya maka petugas itu
mengalihkan pembicaraan pada kasus kami dan bertanya pada kami bagaimana
rencana kami dalam menyelesaikan tunggakan kami. Sebelum dia mengakhiri
pembicaraan dan mendengar jawaban kami dia juga bilang bahwa semua
prosedur sudah dia jalankan mulai dari surat peringatan satu sampai
surat peringatan ke tiga, pemanggilan nasabah berulang ulang untuk
bernegosiasi sampai mengunjungi nasabah di tempat domisilinya. Nah dia
bilang cara yang belum dilakukan hanya prosesi penjualan property yang
di jaminkan di balai lelang.
Dia lantas memandang wajah kami berdua sebagai tanda kalo dia selesai mengakhiri kata-kata panjangnya.
Saya
merasa kalo orang itu menunggu penjelasan dari saya maka lantas saya
memberikan penjelasan padanya. Saya bilang kalo sudah berusaha untuk
menjual property saya itu dengan harga di bawah harga pasar, saya juga
bilang kalo sudah menghubungi semua broker yang ada di surabaya baik itu
broker tradisional atau broker profesional untuk membantu menjualkan
dengan cepat. Saya bahkan juga bilang apa saya perlu menunjukkan
kerjasama dengan broker yang kami sebutkan.
Ternyata
petugas itu menjawab nggak perlu karena dia juga sudah mengunjungi
rumah kami dan melihat sendiri spanduk penjualan yang kami pasang di
pagar rumah.
Mendengar
itu saya melanjutkan laporan saya kalo harga penjualan di perumahan
kami terutama di deretan rumah kami jadi hancur sebab ada sebuah rumah
yag letaknya hanya empat atau lima rumah sajadari rumah
kami, tapi luas tanahnya lebig besar, bangunannya lebih bagus dan
terdiri dari dua lantai itu dijual oleh pemiliknya dengan harga sangat
murah. Rumah yang harusnya bisa di jual dengan harga sekitar 1,5 milyar
hanya di jual dengan harga 650 juta saja. Padahal harga 650 juta itu
adalah harga pasaran rumah yang type nya persis dengan rumah yang mau
kami jual. Kami bilang orang itu butuh cepat menjual rumahnya karena
pindah ke luar pulau sehingga harga jual rumahnya ngawur banget dan
berakibat menjatuhka harga pasaran rumah-rumah lainnya.
Akibat
dari harga jual yang ngawur itu maka harga jual rumah kami hancur dan
akibatnya beberapa orang yang sudah deal harga menjadi mundur. Sebab
transaksi penjualan rumah besar didekat kami ditangani oleh agen broker
property propesional sehingga beritanya dengan cepat menyebar di
kalangan agen broker property. Alasan itu yang kami sampaikan pada
petugas, bahkan kami juga minta tolong padanya agar rumah kami dijual
dengan harga yang bisa menutup tunggakan hutang kami.
Jawaban
saya yang sungguh-sungguh dan di amii oleh istri itu rupanya dianggap
masuk akal oleh si petugas, saya sebenernya merasa kalo dia sudah
melakukan survey pasar untuk menentukan kisaran harga normal dari
property kami yang macet itu. Dari wajahnya saya merasa kalo orang itu
hanya memancing alasan dan jawaban saya saja, apakah saya menjawab
dengan jujur atau hanya alasan yang dibikin-bikin. Karena memang jawaban
saya dan istri apa adanya dan nggak ada yang di buat-buat untuk
alasannya maka yang kami kemukakan semuanya berdasarkan kondisi
sebenernya yang terjadi dilapangan.
Berdasarkan
alasan itu maka petugas memberikan kami waktu lagi untuk menjual
property kami supaya hasil penjualan nya bisa dipake untuk membayar
tunggakan kami. Dia menyarankan agar bisa menjual sesuai dengan pokok
hutang kami, dia juga bilang kalo dia juga sudah memberikan keringanan
pada kami dengan menghentikan bunga dan denda akibat keterlambatan kami
jadi kewajiban yang harus kami bayarkkan hanya pokoknya saja. Dia juga
menyarankan agar kalo punya uang minimal 10 juta langsung saja di
laporkan padanya agar bisa di pake untuk pembayaran dan langsung
mengurangi pokok hutangnya.
Saya
bilang padanya kalo kami akan berusaha mengusahakannya walo dalam hati
saya bilang untuk mengumpulkan uang 2,5 juta sebulan saja susah banget
apalagi mengumpulkan uang sampai 10 juta dalam waktu kurang dari 3
bulan. Saya tidak mau berjanji saya hanya bilang akan mengusahakannya
semaksimal saya, insyaallah!!!
Petugas
itu rupanya suka dengan jawaban dan kerjasama kami dalam bernegosiasi
dengannya. Kata istri saya saat kami bertiga berbicara wajah orang itu
cerah terus, makanya istri saya menyimpulkan seperti itu, kata istri
saya lagi kalo dia tidak suka denga proses negosiasi yang terjadi hari
itu tentunya wajah orang itu nggak akan cerah dari awal sampai pada saat
kami pamit pulang.
Kami
berdua pamit pulang, saya lega istri juga lega sebab sampai sejauh ini
semua proses negosiasi kami dengan pihak bank nggak ada yang berakhir
dengan emosi negative, semua yang kami ingikan bisa kami dapatkan, kami
memang menginginkan penundaan dan ternyata memang penundaan yang kami
peroleh selama ini. Secara apapun berdasarkan hitungan dan presdiksi
yang selalu kami bacarakan antara saya dan istri di setiap kesempatan
maka kemampuan financial yang kami miliki nggak akan mampu menebus
jaminan yang saya taroh ke bank.
Jadi
satu-satunya jalan yang kami tempuh adalah menyerah tanpa syarat pada
bank, tunduk pada semua keputusan yang bank bikin apapun itu agar kami
dapat mengatur nafas, menyusun rencana baru terutama rencana keuangan
agar kami bisa bergerak lagi dengan lebih leluasa saat kami nggak lagi
terbebani oleh kewajiban membayar tagihan.
Karena
kami menyerah tanpa syarat maka kami nggak melakukan perlawanan sama
sekali dalam mempertahankan property kami. Kami pasrah saja, kami selalu
bernegosiasi dan selalu berupaya menjalin komunikasi dengan para
petugas dari pihak bank. Dengan menjalin komunikasi yang baik dan
membangun kerjasama dengan mereka serta menuruti apa yang mereka
inginkan maka kami pun dapat memperoleh apa yang kami inginkansumber inspirasi kreatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar